BOGOR, - Hingga kini publik masih mempertanyakan kepada Pemkab Bogor terkait pengembalian uang kelebihan pembayaran beberapa Dinas kepada sejumlah penyedia/pelaksana akibat kekurangan spesifikasi volume dalam kontrak dengan yang terpasang di sejumlah proyek di TA. 2019, sebagaimana hasil dari audit BPK TA. 2019.
Berdasarkan audit dari 27 paket pekerjaan dilingkungan Pemkab Bogor yang dilakukan lembaga negara tersebut, ada sebagian pihak kontraktor yang belum mengembalikan uang rakyat itu ke Kas Daerah. Sementara lainnya baru sebagian mengembalikan dari nilai uang yang harus dipulangkan. Ke - 27 paket pekerjaan ini berada di bawah beberapa Dinas diantaranya, DPUPR, Dinsos, Dispora, DPKPP dan Sekretariat DPRD.
Sebagaimana dari hasil audit BPK RI TA. 2019, didapati adanya kelemahan dalam pelaksanaan belanja modal Infrastruktur Kab. Bogor yang bersifat ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dengan jumlah nilai temuan sebesar Rp.5.967.671.266, 21,
BPK merekomendasikan Bupati Bogor agar memerintahkan jajarannya para Kepala Dinas terkait untuk melakukan memproses kelebihan pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku dengan menyetorkannya ke Kas Daerah.
Selain hal kelebihan pembayaran karena kekurangan spesifikasi volume pekerjaan, Badan Pemeriksa Keuangan RI juga menyoroti perihal hasil pemeriksaan atas pelaksanaan pemilihan penyedia. Di mana hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya ketidakpatuhan yaitu Pokja Pemilihan yang tidak cermat dalam melakukan evaluasi teknis. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa evaluasi tender dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan yakni pemenang tender yang seharusnya gugur pada tahap evaluasi teknis dan evaluasi kualifikasi dinyatakan sebagai pemenang.
Untuk itu, BPK melalui surat laporan hasil pemeriksaan juga merekomendasikan kepada Bupati Bogor agar memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) dan diteruskan kepada Kepala UKPBJ dan Pokja Pemilihan di lingkungan UKPBJ Kabupaten Bogor, agar lebih cermat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta memberikan sanksi kepada Pokja Pemilihan terkait sesuai ketentuan yang berlaku.
Terkait ketidakcermatan Pokja Pemilihan dalam melakukan evaluasi teknis dan PA sebagai pemegang anggaran serta PPK yang berfungsi untuk mengawasi pekerjaan proyek, bisa dikenakan sanksi administratif sebagaiman dalam Peraturan Presiden RI No.12 Tahun 2021 atas perubahan Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, pada Pasal 82 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi;
Pasal 82
(1) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
(2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara.
Terkait ini, Jajang selaku Direktur Center for Budget Analysis Lembaga CBA coba angkat bicara. Jajang menilai, kasus 27 paket pekerjaan tahun anggaran 2019 yang bermasalah di Kabupaten Bogor sebaiknya masuk ke ranah hukum, bukan hanya diselesaikan secara administrasi.
Dalam hal ini Kejari Kabupaten Bogor harus turun tangan melakukan penyelidikan. Dengan adanya sebagian perusahaan yang hingga saat ini belum mengembalikan kelebihan bayar karena pekerjaan tidak sesuai perjanjian menunjukkan yang bermasalah bukan hanya pihak swasta tapi juga pihak internal Pemkab Bogor.
Seharusnya, dari awal (pekerjaan paket proyek) rampung. pihak Dinas terkait bisa menilai apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan RAB, perjanjian kontrak atau tidak.
Jika bermasalah, pihak POKJA ULP, PPK bisa memperkarakan perusahaan tersebut berupa sanksi, denda, atau bahkan (blacklist). Karena di internal Pemkab Bogor juga ada pengawas Internal atau inspektorat.
Adanya temuan BPK harusnya menjadi penguat untuk pejabat terkait melakukan tindakan administratif sesegera mungkin, agar negara tidak rugi. Namun hal ini seperti sengaja dibiarkan, baik oleh POKJA ULP sampai kepala dinas selaku KPA.
“Karena kasus sudah lama jadi temuan, Sebaiknya sanksi administratif berupa pengembalian kelebihan bayar serta denda serta daftar hitam segera dilakukan oleh dinas terkait, ” ujar Jajang kepada awak saat dimintai tanggapan terkait audit BPK TA.2019 tersebut, Senin (24/5).
Dirinya menegaskan, Bupati juga harus mengevaluasi dinas terkait yang paket proyeknya bermasalah. Terakhir Kejari membuka penyelidikan atas pekerjaan 27 paket proyek tersebut. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan paket proyek (POKJA ULP, PPK, sampai Kepala Dinas selaku KPA) harus dipanggil dan diperiksa guna penyelidikan.
Selain terkait sanksi administratif kepada PA/KPA /PPK /Pokja Pemilihan, berdasarkan Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 atas perubahan Perpres No.16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, perusahaan yang melanggar aturan diatas bisa dikenakan sanksi daftar hitam (blacklist) karena pekerjaan tidak sesuai spesifikasi volume dalam kontrak.
Sebagaimana pada pasal 78 ayat 3 huruf (e) dijelaskan bahwa “ Penyerahan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan kontrak berdasarkan audit", dikenakan sanksi administratif kepada penyedia. Sanksi yang dimaksud tertuang dalam ayat (4) yang berbunyi, “ Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3) dikenakan sanksi administratif berupa;
- . Sanksi digugurkan dalam pemilihan
- . Sanksi pencairan jaminan
- . Sanksi Daftar Hitam
- . Sanksi ganti kerugian dan/ atau
- . Sanksi Denda.
Namun pada kenyataannya, Perpres No.12 Tahun 2021 ini tampak tidak diterapkan oleh pihak-pihak terkait kepada perusahaan yang sebagian belum mengembalikan uang rakyat tersebut ke Kas Daerah.
Patut diduga adanya kongkalikong pihak terkait dengan pihak pelaksana hingga sanksi ini tidak berjalan. Bahkan, pada paket pekerjaan di beberapa OPD pada tahun 2020 masih ada yang dikerjakan oleh para penyedia yang nama perusahaannya masuk dalam audit BPK TA. 2019.
Dari konfirmasi awak media ke pihak BPKAD Kab. Bogor pada hari Kamis (20/5), menjelaskan bahwa memang sudah ada sebagian yang mengembalikan ke Kas Daerah. Namun dari keterangan dari salah satu pihak Staf BPKAD yang tidak mau menyebutkan namanya ini menjelaskan, “Untuk lebih jelasnya terkait hasil audit BPK, Bapak harus mengirimkan surat resmi dulu ke Bupati atau Sekda nanti, kalau terkait tindaklanjut nya bapak bisa tanyakan ke Inspektorat”.
Sementara dari pihak Inspektorat sendiri belum bisa memberikan jawaban yang detail terkait konfirmasi awak media pada hari Jumat (21/5) perihal tindaklanjut hasil audit BPK TA. 2019 tersebut.
(LUKY)